Kemarin Luqman (4 tahun 5 bulan) ngobrol dengan Ikhlas (udah TK) yang sedang mengajak adik sepupunya berjalan-jalan.
"To, To, ayo main bola..." ajak Ikhlas pada adiknya.
"Adikmu namanya Pato, ya?" Luqman bertanya dengan nada heran.
"Bukan, namanya Ito." jawab Ikhlas.
"Oh, kalau adikku namanya Pocoyo" ucap Luqman penuh percaya diri.
Aku ngakak sendiri di dalam rumah.
Seorang ibu satu anak coba-coba memasuki dunia blog, walaupun serba tak tahu, tapi ia terus melangkah penuh kewaspadaan. Halo, dunia... salam hangatku untukmu.
Jumat, 15 April 2011
Rabu, 13 April 2011
Makin tua, makin....
Matahari baru muncul sedikit malas, hawa dingin mendung pagi membuat aku berharap tak meninggalkan jaketku di rumah. Saat itu Mariana dengan heboh memelukku, "Mbak....! Selamat, ya...!"
"Selamat apa?" Bengong...
"Ini tadi baru buka fesbuk, rupanya mbak ulang tahun ya?"
"O...iya."
Ding, suer aku ga inget, kemarin-kemarin sih inget. Eh, pas hari H lupa! Sekilas melirik suami, hehe... kayaknya dia juga lupa.
Siang ini baru buka FB, agak heran dengan 24 notif di situ. Tapi biarin dulu deh, mau baca-baca status dulu. Agak lama baru nyadar, eh ucapan selamat ultah kali, ya...? Hehehe... baru inget lagi kalo abis ulang tahun.
Ah, tambah umur kok ga sadar-sadar ya. Malah tambah pikun begini.
Anyway, it's always a good thing reading those happy birthday posts on your wall. A reminder that you have these friends that care for you and for you to take care. Thank you everyone...
So, my birthday resolution is to wish happy birthday to anyone I know from now on.
And for those that I missed, I'm trully really sorry. This forgetfullness is annoying indeed.
"Selamat apa?" Bengong...
"Ini tadi baru buka fesbuk, rupanya mbak ulang tahun ya?"
"O...iya."
Ding, suer aku ga inget, kemarin-kemarin sih inget. Eh, pas hari H lupa! Sekilas melirik suami, hehe... kayaknya dia juga lupa.
Siang ini baru buka FB, agak heran dengan 24 notif di situ. Tapi biarin dulu deh, mau baca-baca status dulu. Agak lama baru nyadar, eh ucapan selamat ultah kali, ya...? Hehehe... baru inget lagi kalo abis ulang tahun.
Ah, tambah umur kok ga sadar-sadar ya. Malah tambah pikun begini.
Anyway, it's always a good thing reading those happy birthday posts on your wall. A reminder that you have these friends that care for you and for you to take care. Thank you everyone...
So, my birthday resolution is to wish happy birthday to anyone I know from now on.
And for those that I missed, I'm trully really sorry. This forgetfullness is annoying indeed.
Senin, 04 April 2011
Hadiah Tak Terduga
Bulan Februari 2011 lalu, saya menerima telpon seorang lelaki yang mengaku petugas Telkom. Setelah mengkonfirmasi nomor telepon dan nama pelanggan, ia lalu menyampaikan pada saya,
"Ibu. Ibu mendapat hadiah dari PT. Telkom, yaitu ..... menit telepon lokal dan ..... telepon interlokal.
Untuk keterangan lebih lanjut, ibu dapat menghubungi 147."
(Saya sudah lupa berapa angka yang ia sebutkan)
"Terima kasih"
Saya tidak menanggapi lebih lanjut. Karena kami jarang menggunakan telepon rumah, selain untuk menerima panggilan dan menelepon nomor-nomor lokal. Jadi tidak terlalu excited lah.
Suami sempat berkomentar, ah jangan-jangan bohong.
Saya pikir, sekalipun bohong kan ga masalah. Kalo nggak dipakai kan ga ngaruh, sih?
Bulan Maret 2011, suami saya lapor, "Tagihan telpon kok banyak ya? Biasanya ga sampai 40 ribu, ni kok sampai Rp 71.500,- ?"
"Iya, saya banyak telepon interlokal kali..."
"Ah, biasanya juga ada telpon interlokal, tapi ga sampe segini tagihannya.." tampiknya
Hmm... benar juga, saya pikir pemakaian saya hampir sama seperti sebelumnya. Akhirnya saya cek rincian tagihan lewat telepon 109. Ternyata memang ada tambahan Rp 65.000,- untuk layanan non jastel.
17 Maret 2011 saya tanyakan ke 147. CS yang menerima menyampaikan bahwa non jastel yang dimaksud adalah fitur tambahan layanan telepon rumah, berupa paket telepon lokal dan interlokal dengan tarif Rp65.000,-/bulan.
Walah.... saya kan tidak pernah meminta layanan tersebut, mengapa bisa mendadak ada dan muncul tagihan?
Spontan saya minta layanan itu dicabut.
"Nggak sayang, bu?" tanya mbak CS.
"Nggak, mbak."
"Kalau boleh tahu, alasannya apa?"
"Tagihan saya jadi besar, mbak. Dan saya tidak pernah meminta atau mendaftar untuk layanan ini."
Lalu saya ceritakan tentang telepon yang saya terima, "Ini sebenarnya kan penipuan, mbak. Tolong teman-teman marketingnya diberitahu, jangan begini dong caranya." ujar saya setengah jengkel, "Kalau sampai keluar di koran, kan nggak baik untuk Telkom sendiri"
"Baik, bu, akan kami sampaikan. Mungkin ibu tertarik dengan paket telpon hp, cuma...."
"Terima kasih, mbak. Tapi saya tidak perlu. Jadi bagaimana saya bisa tahu kalau fitur ini sudah dicabut atau belum?"
"Ibu silakan konfirmasi ke 147 tanggal 1 bulan depan"
Jumat, 1 April 2011, suami saya mengkonfirmasi ulang, ternyata fitur itu belum dicabut. CS menyampaikan bahwa pencabutan masih dalam proses, mungkin perlu beberapa hari.
Senin, 4 April 2011, saya telpon ulang dan memperoleh jawaban yang sama. CS tidak dapat memastikan kapan fitur tersebut dicabut.
"Lha, kalo sampai akhir bulan, masih belum dicabut, jadi saya harus bayar lagi layanan yang tidak saya pesan itu?" protes saya pada si mbak CS.
"Untuk bulan April, yang ditagihkan adalah pemakaian bulan Maret, bu. Kalau ibu merasa keberatan dengan tagihan itu nanti, ibu dapat mengajukan ke Telkom" jawab CS tersebut.
Jadi, saya menyimpulkan mungkin saya harus komplain untuk 2 hal, pencabutan fitur dan tagihan.
Pertanyaannya, komplain saya akan dilayani kapan?
"Masih dalam proses, bu... Mungkin beberapa hari lagi...", begitu saya membayangkan jawaban yang akan saya terima seandainya saya mengajukan komplain kelak....
Sungguh 'hadiah' yang tak terduga...
Makasih, ya
"Ibu. Ibu mendapat hadiah dari PT. Telkom, yaitu ..... menit telepon lokal dan ..... telepon interlokal.
Untuk keterangan lebih lanjut, ibu dapat menghubungi 147."
(Saya sudah lupa berapa angka yang ia sebutkan)
"Terima kasih"
Saya tidak menanggapi lebih lanjut. Karena kami jarang menggunakan telepon rumah, selain untuk menerima panggilan dan menelepon nomor-nomor lokal. Jadi tidak terlalu excited lah.
Suami sempat berkomentar, ah jangan-jangan bohong.
Saya pikir, sekalipun bohong kan ga masalah. Kalo nggak dipakai kan ga ngaruh, sih?
Bulan Maret 2011, suami saya lapor, "Tagihan telpon kok banyak ya? Biasanya ga sampai 40 ribu, ni kok sampai Rp 71.500,- ?"
"Iya, saya banyak telepon interlokal kali..."
"Ah, biasanya juga ada telpon interlokal, tapi ga sampe segini tagihannya.." tampiknya
Hmm... benar juga, saya pikir pemakaian saya hampir sama seperti sebelumnya. Akhirnya saya cek rincian tagihan lewat telepon 109. Ternyata memang ada tambahan Rp 65.000,- untuk layanan non jastel.
17 Maret 2011 saya tanyakan ke 147. CS yang menerima menyampaikan bahwa non jastel yang dimaksud adalah fitur tambahan layanan telepon rumah, berupa paket telepon lokal dan interlokal dengan tarif Rp65.000,-/bulan.
Walah.... saya kan tidak pernah meminta layanan tersebut, mengapa bisa mendadak ada dan muncul tagihan?
Spontan saya minta layanan itu dicabut.
"Nggak sayang, bu?" tanya mbak CS.
"Nggak, mbak."
"Kalau boleh tahu, alasannya apa?"
"Tagihan saya jadi besar, mbak. Dan saya tidak pernah meminta atau mendaftar untuk layanan ini."
Lalu saya ceritakan tentang telepon yang saya terima, "Ini sebenarnya kan penipuan, mbak. Tolong teman-teman marketingnya diberitahu, jangan begini dong caranya." ujar saya setengah jengkel, "Kalau sampai keluar di koran, kan nggak baik untuk Telkom sendiri"
"Baik, bu, akan kami sampaikan. Mungkin ibu tertarik dengan paket telpon hp, cuma...."
"Terima kasih, mbak. Tapi saya tidak perlu. Jadi bagaimana saya bisa tahu kalau fitur ini sudah dicabut atau belum?"
"Ibu silakan konfirmasi ke 147 tanggal 1 bulan depan"
Jumat, 1 April 2011, suami saya mengkonfirmasi ulang, ternyata fitur itu belum dicabut. CS menyampaikan bahwa pencabutan masih dalam proses, mungkin perlu beberapa hari.
Senin, 4 April 2011, saya telpon ulang dan memperoleh jawaban yang sama. CS tidak dapat memastikan kapan fitur tersebut dicabut.
"Lha, kalo sampai akhir bulan, masih belum dicabut, jadi saya harus bayar lagi layanan yang tidak saya pesan itu?" protes saya pada si mbak CS.
"Untuk bulan April, yang ditagihkan adalah pemakaian bulan Maret, bu. Kalau ibu merasa keberatan dengan tagihan itu nanti, ibu dapat mengajukan ke Telkom" jawab CS tersebut.
Jadi, saya menyimpulkan mungkin saya harus komplain untuk 2 hal, pencabutan fitur dan tagihan.
Pertanyaannya, komplain saya akan dilayani kapan?
"Masih dalam proses, bu... Mungkin beberapa hari lagi...", begitu saya membayangkan jawaban yang akan saya terima seandainya saya mengajukan komplain kelak....
Sungguh 'hadiah' yang tak terduga...
Makasih, ya
Antara CS dan Tukang Serpis....
Ada hubungan apa, ya?
Lha, ya memang itu pertanyaan saya.
Sebagai konsumen yang awam, saya berharap ketika saya memasukkan pengaduan kepada Customer Service (CS), maka masalah yang saya adukan akan segera terselesaikan. Namun dari pengalaman, ternyata CS di beberapa perusahaan hanya bertugas menerima pengaduan saja. Mereka tidak dapat memberikan kepastian kapankah masalah kita akan diselesaikan. Akhirnya ketika telpon berulang kali, jawaban yang diberikan sama dengan jawaban ketika telpon pertama kali.
"Iya, bu... sedang dalam proses, dalam beberapa hari akan kami selesaikan"
Padahal beberapa hari yang lalu juga begitu jawabannya. Ya, emang script standarnya begitu kali ya?
Sekarang apa gunanya melaporkan pengaduan gangguan dsb, kalo cuma numpuk di CS?
Sebenarnya pasti CS sudah meneruskan kasus kita ke bagian yang berwenang membereskannya (ini dari sudut pandang berprasangka baik, hehe...). Hanya saja sepertinya tidak ada data mengenai perkembangan kasus yang bisa diakses oleh mereka. Atau tidak ada standar prosedur yang memastikan bahwa per kasus akan ditangani dalam waktu X hari, misalnya. Sehingga ketika sebagai konsumen saya bertanya, ini pengaduan sudah dari tgl sekian, trus tgl sekian, dan sekarang telpon lagi... kok belum beres? Kapan beresnya? Nah, lho... cuma bisa bilang tunggu, ya bu....
Hiii... kalo yang ngomong begitu anak saya, udah saya cubit kali....Hehe, maaf, ya sayang...
Jadi CS ma Tukang serpis ada hubungan apa enggak, ya? Hehe... mungkin teman-teman yang sekarang atau dulu pernah berprofesi sebagai CS atau tukang servis ini bisa menjawab pertanyaan saya. Geregetan banget, nih. Katanya Comitted tu yu... Komit sama tagihannya saja kah?
Masa sih, kalau mau dilayani harus lewat Surat Pembaca atau FB dulu?
Ah, Indonesia bangeeeut.... kapan majunya?
Lha, ya memang itu pertanyaan saya.
Sebagai konsumen yang awam, saya berharap ketika saya memasukkan pengaduan kepada Customer Service (CS), maka masalah yang saya adukan akan segera terselesaikan. Namun dari pengalaman, ternyata CS di beberapa perusahaan hanya bertugas menerima pengaduan saja. Mereka tidak dapat memberikan kepastian kapankah masalah kita akan diselesaikan. Akhirnya ketika telpon berulang kali, jawaban yang diberikan sama dengan jawaban ketika telpon pertama kali.
"Iya, bu... sedang dalam proses, dalam beberapa hari akan kami selesaikan"
Padahal beberapa hari yang lalu juga begitu jawabannya. Ya, emang script standarnya begitu kali ya?
Sekarang apa gunanya melaporkan pengaduan gangguan dsb, kalo cuma numpuk di CS?
Sebenarnya pasti CS sudah meneruskan kasus kita ke bagian yang berwenang membereskannya (ini dari sudut pandang berprasangka baik, hehe...). Hanya saja sepertinya tidak ada data mengenai perkembangan kasus yang bisa diakses oleh mereka. Atau tidak ada standar prosedur yang memastikan bahwa per kasus akan ditangani dalam waktu X hari, misalnya. Sehingga ketika sebagai konsumen saya bertanya, ini pengaduan sudah dari tgl sekian, trus tgl sekian, dan sekarang telpon lagi... kok belum beres? Kapan beresnya? Nah, lho... cuma bisa bilang tunggu, ya bu....
Hiii... kalo yang ngomong begitu anak saya, udah saya cubit kali....Hehe, maaf, ya sayang...
Jadi CS ma Tukang serpis ada hubungan apa enggak, ya? Hehe... mungkin teman-teman yang sekarang atau dulu pernah berprofesi sebagai CS atau tukang servis ini bisa menjawab pertanyaan saya. Geregetan banget, nih. Katanya Comitted tu yu... Komit sama tagihannya saja kah?
Masa sih, kalau mau dilayani harus lewat Surat Pembaca atau FB dulu?
Ah, Indonesia bangeeeut.... kapan majunya?
Langganan:
Postingan (Atom)