Halaman

Kamis, 23 Desember 2010

Terima Kasih, Ibu

Maaaak, serasa kerja rodi...! Pegel-pegel, oi.... Seminggu penuh acara menjahit, mana mesin jahit pinjaman, di rumah orang pula. Tapi memang sudah diniatkan mau melancarkan ketrampilan menjahit dengan mesin, jadi komandonya : Siap, kerjakan! Hehehe...

Tanggal 30 Desember 2010 ada acara selametan 1000 hari meninggalnya bapak, ibu beli sajadah untuk suvenir di Surabaya. Rencana awal ucapan di belakang sajadah mau disablon saja. Tapi sajadah yang dibeli ada 2 jenis, satu warna terang dan satunya warna gelap. Kata bapaknya Luqman, nanti ribet proses sablonnya dan jatuhnya jadi mahal. Mending diprint di media tekstil, malah bisa warna-warni ucapannya. Harganya juga lebih murah. Nah, itu yang penting!

Tapi emang jadi lebih ribet di kita karena harus motong ucapan dari lembaran kain itu. Kan ga mungkin to percetakannya ngeprint satu-satu, secara media cetaknya kain meteran.
Lalu ucapan harus dijahit ke sajadah satu per satu. Mikir-mikir tukang jahit mana yang mau menjahit kotak-kotak kecil itu. Dan apa bisa selesai cepat?
Karena ada saudara yang juga bikin selametan untuk bapak, 1 minggu sebelum acara di rumah ibu. Akhirnya diputuskan dijahit sendiri. Padahal ga punya mesin jahit, hehe
Jadi nunut di rumah orang ceritanya....

Total 275 sajadah, 1 minggu menjahit. Lama ya?
Pertama, karena menjahit di rumah orang, jadi saya harus beberes rumah dan masak sebelum meninggalkan rumah. Dan kalo Luqman pas waktunya PAUD, jadi lebih pendek lagi waktunya.
Sore saya pulang, ga enak lama-lama ngerepotin. Lagian gelap kalau malam, kan pakai benang hitam. Jadi waktu per harinya emang singkat.

Kedua, pada dasarnya ini pertama kali saya serius menjahit dengan mesin jahit!
Jadi emang saya tidak berpengalaman menjahit dengan mesin, gubrak! Hehehe, dari SD saya suka menjahit boneka dan bajunya. Tapi pakai tangan. Ga tau kenapa, ga pernah ada keinginan menjahit baju sendiri. Otomatis saya tak pernah belajar menjahit dengan mesin. Jadilah kakak perempuan saya sebagai murid tunggal ibunda.

Hari pertama saya dapet 20 sajadah. Siang udah pulang, stress! Jahitan kok penceng kabeh! Ga bisa lurus...
Dari 20 itu setengahnya saya bongkar dan jahit ulang. Udah kepikiran mau survey penjahit, hehehe..
Tap besoknya saya ke sana dan menjahit lagi. 'N alhamdulillah, i'm getting better.

Hari ketiga, suami menyempatkan melihat jahitan saya. Ia lebih berpengalaman menjahit dengan mesin daripada saya. Jaman sekolah dulu, ia malah pernah produksi setangan leher pramuka untuk dijual.
"Bagus, kok", hiburnya. "Lumayan. Ga usah dibongkar, kan wajar kalau miring-miring. Namanya juga baru belajar".
Mungkin ia kasihan melihat saya kelelahan. Tapi saya juga kasihan sama ibu saya. Apa kata dunia kalau jahitan di suvenirnya amburadul? Trus ditanya siapa yang njahit? Walah, cemar nanti nama baik saya!
Ga bisa, harus dibongkar! Hahaha...

Alhamdulillah, sekarang sudah lancar. Paling nggak, gayanya sudah mirip sama tukang jahitlah...
Acara jahit menjahitnya sudah seminggu yang lalu berakhir. Sebelum ada rencana menjahit, ibunda sudah titip 1 sajadah untuk si ibu yang ketempatan dan 1 untuk ibu mertua.

Berhubung merasa berhutang Budi, Wati, dan Iwan (banyak banget hutangnya, ga cuma Budi, adek kakaknya juga ikut...), jadi pengen bikin hantaran yang lebih istimewa.
Kalau sajadah yang lain kan cuma dimasukkan plastik yang ada lemnya. Yang ini mau dibikin kue tart. Soalnya saya habis browsing cara-cara bikin hantaran pengantin.Kebetulan adik ipar ada yang mau nikah, dan saya dan mbaknya kebagian tugas menata hantaran buat calon istrinya. Jadi pengen sekalian praktek.

Ga sempat foto step-by-stepnya karena pengen cepet dikirim ke si ibu yang baik hati.
Udah dibungkus baru inget kalo sebenernya pengen motret dulu... hehe...




Stepnya pake tulisan aja ya...
1. Sajadah digulung, supaya lebih proporsional tengahnya diisi gumpalan kertas koran. Semat dengan jarum pentul. Tidak pakai lem, biar ga rusak sajadahnya.

2. Bagian atas ditutup dengan kain flanel. Krim putihnya pakai tali kur putih. Dianyam kayak tikar biar tampak manis. Masing-masing ujungnya disemat dengan jarum pentul.

 Tepi kue juga pakai kain flanel sewarna dengan atas. Digunting biar kayak lelehan krim. Trus dikasih mawar pita merah dan putih menutupi jarum pentul pada ujung tali kur.

Kenapa bunga mawar? Karena saya belum tahu caranya bikin stroberi 3 dimensi dan krim kue yang putih-putih itu, hehehe... Desain awalnya strawberry and cream.. gagal bikin stroberi jadi ganti mawar dari pita kain. Mawar pita ini sebenarnya spesialisasi kakak saya, Mbak Evi. Saya cuma pernah lihat dia bikin, belum pernah bikin sendiri. Mudah-mudahan sudah mirip mawar.

3. Hias dengan pita perak, karena punyanya warna itu :) Kebetulan ada pita bunga mawar perak dari suvenir pernikahan yang saya simpan (never throw anything away!) Pas banget sama pitanya.

4. Kemas dengan dasar karton lapis kertas perak (beli di toko kue 900 perak) dan bungkus dengan plastik bening (di toko yang sama 750 perak).
Ikat agak ke belakang supaya bagian atas yang ada tulisan 'Thank You'-nya bisa kelihatan. Ikat plastik dengan isolasi bening. Ikat lagi dengan pita perak.
Tambahkan mawar biar lebih manis.

Harusnya beli kemasan dulu baru bikin kue tartnya. Tadi sempat dibongkar ulang supaya bisa pas dengan kemasannya.
Kalau mau lebih praktis, pakai tempat kue tart dari mika.
Itu lho yang atasnya bening dan dasarnya coklat tua.

Ah, capek... semoga si ibu senang, ya... Terima kasih ibu yang sudah seperti ibuku sendiri.
Maaf saya sudah banyak merepotkan :)
I Luv ya, all Mums!
Selamat Hari Ibu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar